
SimpeNews.com – Pejabat dan pimpinan lembaga publik di Indonesia kini menghadapi ancaman pidana jika mereka menghalangi akses informasi publik. Keengganan untuk transparan dapat berujung pada hukuman penjara dan denda yang cukup besar.
Hal ini ditegaskan oleh Pemerhati Pendidikan dan Ketua Umum Simpe Nasional, Edi Sutiyo. Beliau menyatakan bahwa berdasarkan Pasal 52 UU No 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP), pimpinan badan publik yang menghalangi akses informasi dapat dipidana satu tahun penjara dan denda Rp 5 juta.
“UU KIP dengan tegas memberikan hak kepada masyarakat untuk memperoleh informasi,” ujar Edi. “Jika permintaan informasi diabaikan, bahkan setelah proses mediasi, maka pihak yang bersangkutan dapat dituntut secara hukum.”
Edi menambahkan bahwa masyarakat dapat melaporkan hambatan akses informasi ke Komisi Informasi Publik (KIP) pusat maupun daerah. UU KIP membagi informasi publik menjadi dua: informasi terbuka dan informasi yang dikecualikan (Pasal 17 UU KIP), seperti informasi yang membahayakan keamanan nasional. Informasi publik seperti APBD, yang bukan termasuk informasi dikecualikan, wajib dipenuhi jika diminta masyarakat.
Lebih lanjut, Edi mengingatkan kewajiban pembentukan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) di setiap badan publik sesuai UU No 14 Tahun 2008. Semua lembaga yang menggunakan anggaran APBD atau APBN, termasuk sekolah, wajib membentuk PPID untuk menjamin transparansi dan akses informasi publik.**Tim Redaksi**
